Kebudayaan Indonesia dalam Bung Karno dengan tiga babak
Merayakan Bulan Bung Karno, UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno bekerja sama dengan lintas komunitas, tokoh masyarakat, dan seniman membuat berbagai kegiatan selama enam hari berturut-turut. Kegiatan diselenggarakan tiap malam, mulai tanggal 14 Juni hingga 19 Juni 2019 di Amphitheater UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno. Lampu sorot sudah dinyalakan sejak petang. Pementas dan teknisi secara bertahap mempersiapkan ruang pertunjukan yang dipersembahkan khusus untuk warga Blitar dan sekitarnya. Pedagang kaki lima bersiap menjajakan dagangannya sebelum matahari tenggelam. Tak ketinggalan, buku-buku dijejer rapi di atas karpet tipis sebagai bahan bacaan warga sembari mengobrol suka ria. Babak Pertama (14 Juni 2019) Pemutaran Film Sukarno menjadi ritual pembuka hari pertama. Tiga puluh menit durasi menjelaskan peristiwa Sukarno muda hingga perannya memerdekakan Indonesia. Selepas film, grup musik Arunawa langsung meresponnya. Grup musik yang beranggotakan tujuh personil itu melantunkan irama-irama nusantara. Berbagai lagu daerah diaransemen ulang. Lagu ciptaan Sukarno, Mari Bersuka Ria dinyanyikan di tengah pertunjukan. Malam itu bisa dibilang pertunjukan partisipatif, karena Arunawa memberi kesempatan kepada penonton untuk unjuk suara. Hebatnya, banyak penonton yang mengacungkan tangan saat diberi kesempatan menyanyi, baik remaja hingga dewasa. Penampil dan penonton membangun chemistry yang hangat, mereka berdialog. Babak Kedua (15 Juni 2019) Malam kedua dan ketiga, Lintas Komunitas Blitar Raya didapuk mengisi acara, Organisasi yang menaungi ratusan komunitas di Blitar itu mengirimkan delegasinya. Grup Musik Bina Mitra menjadi prolog acara. Menghibur penonton yang sedari petang sudah memadati Amphitheater. Ruang publik itu didekor penuh lilin, menambah nilai artistik. Teater Etnika tampil dua kali malam ini. Tari Lenso di awal, kemudian dilanjut ketoprakan. Di antara itu diputar Film Sukarno bagian pertama. Pun nilai marhaenisme dikuatkan lagi dalam Talk Show Kebangsaan. Aktivis asal Blitar, Deni Saputra menjadi narasumber kali ini. Beliau memaparkan kaitan marhaniseme dengan pancasila. Wisnu Rah, menutup talkshow dengan pusinya. Membakar massa melalui kritikan sosial politiknya. Babak Ketiga (16 Juni 2019) Lagu Keroncong mengalun merdu. Menemani santap ringan para penonton. Terlihat seorang Ibu menyuapi cilok pada anaknya yang duduk tekun melihat pertunjukan. Semoet Geni dan Sakura membawakan berbagai nomor lagu populer yang dikeroncongkan. Musik keroncong disambut dengan musik kebangsaan. Kini giliran muda-mudi yang tergabung dalam UKM Musik naik panggung. Penonton bernyayi kencang saat Lagu Kebyar-Kebyar karangan Gombloh dilantunkan.Film Sukarno bagian kedua diputar. Penonton khidmat, tenggelam dalam narasi nasionalisme. Selanjutnya Talkshow bertema Trisakti dimulai. Pak Bondan, yang dikenal sebagai seniman dipilih menjadi narasumber kali ini. Berseragam hitam-hitam dan berpeci, layaknya seorang veteran perang, Pak Bondan membius penonton melalui materinya. Pun penonton aktif bertanya saat sesi tanya jawab digelar. Babak Keempat (17 Juni 2019) Film Bung Karno diputar di antara nada-nada musik lintas genre yang dimainkan kelompok musik Patriot. Tak hanya lgu-lagu Indonesia, lagu latin semacam Quizaz, Quizaz, Quizaz berhasil membuat penonton berdendang. Malam itu, musik menjadi panglima. Babak Kelima (18 Juni 2019) Hari yang dinanti-nanti berbagai elemen warga Blitar. Anak-anak, remaja, hingga kakek nenek rela duduk berjam-jam demi pertunjukan lokal satu ini. Ya benar, Jaranan. Kesenian yang mendarah-daging bagi warga Blitar ini tampil hampir lima jam! Selepas salat isya, sekitar pukul 19.00, penonton sudah memenuhi Amphitheater. Untuk pemanasan, Film Bung Karno ditampilkan. Setelah film usai musik khas jaranan mengokupasi ruang. Penonton khidmat, hingga larut malam. Babak Keenam (19 Juni 2019) Berbagai tarian menjadi sajian pamungkas di hari terakhir. Di barisan penonton terlihat berbagai deret kelompok tari anak-anak yang sudah memakai busana pilihannya. Mereka menunggu dipanggil pemandu acara untuk naik ke panggung. Sembari bersenda gurau dengan teman di sampingnya. Sepuluh tarian tuntas digelar malam itu. Hanya satu penampil non tari, yakni Nata. Penyanyi cilik nan menggemaskan itu memikat penonton dengan lagu Keluarga Cemara. Setelah melihat puluhan anak-anak menari di panggung, tiga penari dewasa menjadi gong penutup acara. Tiga penari dengan tiga koreografer menyuguhkan tarian kontemporer. Setengah jam lebih gerak tari mereka tampak surreal, simbolik, pemandangan yang jarang dijumpai di panggung-panggung daerah Blitar. Kain merah putih dipancang, lagu kebangsaan dimainkan. Lenggak-lenggok tiga penari berkelindan. Mereka lalu berjalan ke tengah, saling berpegangan tangan, menunduk mengucapkan terima kasih kepada penonton, gemuruh tepuk tangan terdengar, pertunjukan usai. (hry)