SUKARNO; Dibawah Bendera Revolusi Jilid I. Djerit-kegemparan: hlm. 51-55.

Tulisan Bung Karno yang berjudul “Djerit-kegemparan” ini diterbitkan dalam Suluh Indonesia Muda pada tahun 1928. Tulisan ini menggambarkan soal jajahan, yaitu soal rugi atau untung (hal yang berdasar pada ekonomi), mencari kehidupan, rezeki, dan kekuasaan. Tak sedikit kerugian yang diderita oleh negeri Belanda, bilamana bendera Indonesia Merdeka bisa berkibar-kibar di tanah air kita, sebagaimana Jhr. Dr. Sandberg mengatakan bahwa tak terhinggalah bencana yang menimpa benua Eropa bilamana benua Asia bisa menurunkan beban imperialisme asing dari pundaknya.

Hal ini cukuplah dibuktikan oleh para pujangga, diplomat, dan juru pengarang Eropa dan Asia dengan hitungan angka, dimana negari jajahan adalah suatu syarat bagi hidupnya negeri-negeri pertuanan, sehingga harus dipegang erat dan jangan sampai terlepas.

Ukuran yang dipakai oleh pihak penjajah tentang baik atau jeleknya sesuatu keadaan dalam negeri jajahannya, tentang “boleh” atau “tidak boleh”-nya suatu faham, suatu sikap, suatu tujuan atau suatu gerakan, hanyalah ukuran kepentingan kaum penjajah saja. Semua keadaan dalam negeri jajahan yang bertentangan atau merugikan kepentingan pihak penjajah tersebut akan segera mendapat perlawanan, walaupun terkadang akan meninggalkan keadilan, menyalahi hak, serta menghina rasa kemanusiaan.

Sebelum kaum komunis tersapu dari pergaulan umum, semboyan yang ada di masyarakat yaitu “lenyaplah komunis”. Namun saat kaum komunis telah dibuang ke Digul, semboyan mereka berubah menjadi “lenyaplah Pan-Islamisme” dan “lenyaplah nasionalisme Indonesia”. Hal ini menjelma menjadi suatu jerit kegemparan, sebagaimana terbukti dengan bukunya Professor Treub yang berjudul Het gist in Indie.

Dalam bukunya itu, Treub hanyalah mengeluarkan jerit kegemparan saja terhadap semua isme-isme yang mengandung asas mencari kebebasan dan kemerdekaan dengan jalan yang lekas dan cepat. Komunisme harus disapu! Islamisme dan nasionalisme Indonesia juga harus disapu! Sebab “komunisme, nasionalisme Indonesia dan Pan-Islamisme adalah bergandengan satu sama lain, dan mengisi satu sama lain.” Untuk semua aksi yang bermaksud mendatangkan kemerdekaan Indonesia harus ditindas, “kalau perlu dengan kekerasan”.

Kaum nasionalis Indonesia memandang jerit kegemparannya Professor Treub sebagai suatu tanda dan gejala yang menandakan bahwa Belanda merasakan adanya pergerakan Indonesia yang menghawatirkan bagi kepentingannya. (DS)


Kata Kunci: Sukarno (1901-1970), surat kabar Suluh Indonesia Muda tahun 1928, soal jajahan, Jhr. Dr. Sandberg, Benua Eropa, Benua Asia, imperialisme, kaum komunis, kaum Nasionalis Indonesia, kaum Pan-Islamisme, Professor Treub, dan pergerakan nasional Indonesia.

Search